Tugas Pendidikan Kewarnegaraan
Resensi bebrapa bagian bab 1-3 pada buku Pendidikan Kewarnegaraan
Bab
I
Bagaimana
hakikat pendidikan kewarnegaraan dalam mengembangkan kemampuan utuh sarjana
atau professional ?
Pendidikan
kewarganegaraan mulai dikenal dalam
pendidikan
sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957
sebagaimana
dapat diidentifikasi dari pernyataan Somantri (1972) bahwa
pada
masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1) Kewarganegaraan (1957);
(2) Civics
(1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968). Pada masa
awal
Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas
cara
pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam
Civics
(1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan
Nasional,
UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan
untuk
"nation and character building” bangsa Indonesia.
Bagaimana
sumber politis PKn pada saat Indonesia memasuki era baru,
yang
disebut Orde Baru? Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum
sekolah
yang berlaku dinamakan Kurikulum 1968. Dalam kurikulum
tersebut
di dalamnya tercantum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan
Negara.
Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode yang
bersifat
indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode
pembelajaran
baru yang dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan
Jiwa
Pancasila, sebagaimana tertera dalam Kurikulum Sekolah Dasar (SD)
1968
sebagai berikut.
“Kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila ialah Kelompok segi pendidikan yang
terutama
ditujukan kepada pembentukan mental dan moral Pancasila serta
pengembangan
manusia yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan
Bangsa.
Sebagai
alat formil dipergunakan segi pendidikan-pendidikan: Pendidikan Agama,
Pendidikan
Kewargaan Negara, pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan
Olahraga.
Pendidikan Agama diberikan secara intensif sejak dari kelas I sampai
kelas
VI dan tidak dapat diganti pendidikan budi pekerti saja.
Begitu
pula, Pendidikan Kewargaan Negara, yang mencakup sejarah Indonesia,
Ilmu
Bumi, dan Pengetahuan Kewargaan Negara, selama masa pendidikan yang
enam
tahun itu diberikan terus menerus. Sedangkan Bahasa Indonesia dalam
kelompok
ini mendapat tempat yang penting sekali, sebagai alat pembina cara
berpikir
dan kesadaran nasional. Sedangkan Bahasa Daerah digunakan sebagai
langkah
pertama bagi sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa tersebut
sebagai
bahasa pengantar sampai kelas III dalam membina jiwa dan moral
Pancasila.
Olahraga yang berfungsi sebagai pembentuk manusia Indonesia yang
sehat
rohani dan jasmaninya diberikan secara teratur semenjak anak-anak
menduduki
bangku sekolah."
Bagaimana
dengan Kurikulum Sekolah Menengah? Dalam Kurikulum 1968
untuk
jenjang SMA, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara
termasuk
dalam kelompok pembina Jiwa Pancasila bersama Pendidikan
Agama,
bahasa Indonesia dan Pendidikan Olah Raga. Mata pelajaran
Kewargaan
Negara di SMA berintikan: (1) Pancasila dan UUD 1945; (2)
Ketetapan-ketetapan
MPRS 1966 dan selanjutnya; dan (3) Pengetahuan
umum
tentang PBB. pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam
pendidikan
sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957
sebagaimana
dapat diidentifikasi dari pernyataan Somantri (1972) bahwa
pada
masa Orde Lama mulai dikenal istilah: (1) Kewarganegaraan (1957);
(2) Civics
(1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara (1968). Pada masa
awal
Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas
cara
pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam
Civics
(1961) lebih banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan
Nasional,
UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan
untuk
"nation and character building” bangsa Indonesia.
Bagaimana
sumber politis PKn pada saat Indonesia memasuki era baru,
yang
disebut Orde Baru? Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum
sekolah
yang berlaku dinamakan Kurikulum 1968. Dalam kurikulum
tersebut
di dalamnya tercantum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan
Negara.
Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode yang
bersifat
indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode
pembelajaran
baru yang dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan
Jiwa
Pancasila, sebagaimana tertera dalam Kurikulum Sekolah Dasar (SD)
1968
sebagai berikut.
“Kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila ialah Kelompok segi pendidikan yang
terutama
ditujukan kepada pembentukan mental dan moral Pancasila serta
pengembangan
manusia yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan
Bangsa.
Sebagai
alat formil dipergunakan segi pendidikan-pendidikan: Pendidikan Agama,
Pendidikan
Kewargaan Negara, pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan
Olahraga.
Pendidikan Agama diberikan secara intensif sejak dari kelas I sampai
kelas
VI dan tidak dapat diganti pendidikan budi pekerti saja.
Begitu
pula, Pendidikan Kewargaan Negara, yang mencakup sejarah Indonesia,
Ilmu
Bumi, dan Pengetahuan Kewargaan Negara, selama masa pendidikan yang
enam
tahun itu diberikan terus menerus. Sedangkan Bahasa Indonesia dalam
kelompok
ini mendapat tempat yang penting sekali, sebagai alat pembina cara
berpikir
dan kesadaran nasional. Sedangkan Bahasa Daerah digunakan sebagai
langkah
pertama bagi sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa tersebut
sebagai
bahasa pengantar sampai kelas III dalam membina jiwa dan moral
Pancasila.
Olahraga yang berfungsi sebagai pembentuk manusia Indonesia yang
sehat
rohani dan jasmaninya diberikan secara teratur semenjak anak-anak
menduduki
bangku sekolah."
Bagaimana
dengan Kurikulum Sekolah Menengah? Dalam Kurikulum 1968
untuk
jenjang SMA, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara
termasuk
dalam kelompok pembina Jiwa Pancasila bersama Pendidikan
Agama,
bahasa Indonesia dan Pendidikan Olah Raga. Mata pelajaran
Kewargaan
Negara di SMA berintikan: (1) Pancasila dan UUD 1945; (2)
Ketetapan-ketetapan
MPRS 1966 dan selanjutnya; dan (3) Pengetahuan
umum
tentang PBB.
Resesnsi :
Secara
etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata
“pendidikan”
dan kata “kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha
sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya,
sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang
berhubungan
dengan warga negara.
Secara
yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan
dan cinta tanah air.
Secara
terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program
pendidikan
yang berintikan demokrasi politik, diperluas dengan
sumber-sumber
pengetahuan lainnya: pengaruh-pengaruh positif dari
pendidikan
sekolah, masyarakat, dan orang tua. Kesemuanya itu diproses
guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis,
bersikap
dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Kurikulum
1968 pada orde baru menjelaskan bahwa guna pendidikan kewarganegaraan sendiri
di buat untuk pembentukan mental dan
moral Pancasila serta
pengembangan
manusia yang sehat dan kuat fisiknya dalam rangka pembinaan
Bangsa.
,dari
sini saya setuju bahwa pendidikan kewarnegaraan bertujuan untuk mendidik anak
anak bangsa agar lebih mengenali dan mengetahui tentang negaranya , serta dapat
berkembang menjadi good and smart citizen seperti tujuan pendidikan itu
sendiri, seperti yang kita ketahui di masa yang sekarang ini sebagian orang
sudah banyak kekurangan atau mungkin kehilangan pendidikan kewarganegaraanya yang menyebabkan mereka tidak memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi serta kurangnya rasa toleransi antara satu dengan yang
lain sehingga mereka dapat kita anggap seperti pendapat seorang Prof. Nina Lubis (2008), seorang sejarawan menyatakan,
“...
dahulu, musuh itu jelas: penjajah yang tidak memberikan ruang untuk
mendapatkan
keadilan, kemanusiaan, yang sama bagi warga negara, kini, musuh
bukan
dari luar, tetapi dari dalam negeri sendiri: korupsi yang merajalela,
ketidakadilan,
pelanggaran HAM, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi,
penyalahgunaan
kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain,
suap-menyuap,
dll.”
Oleh karena itu, diperlukan adanya proses
pendidikan kewarganegaraan dan
pembelajaran
bagi warga negara yang dapat memelihara semangat
perjuangan
kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air untuk para sarjana , professional,siswa
dan masyarakat lainnya.
Bab II
BAGAIMANA ESENSI
DAN URGENSI IDENTITAS
NASIONAL SEBAGAI
SALAH SATU DETERMINAN
PEMBANGUNAN BANGSA
DAN KARAKTER?
Ada dua jenis identitas, yakni identitas primer dan sekunder
(Tilaar,
2007; Winarno, 2013). Identitas primer dinamakan juga identitas
etnis
yakni identitas yang mengawali terjadinya identitas sekunder, sedangkan
identitas sekunder adalah identitas yang dibentuk atau
direkonstruksi
berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
Berbagai
pendapat (Tilaar, 2007; Ramlan Surbakti, 2010, Winarno, 2013)
menyatakan
bahwa proses pembentukan identitas nasional umumnya
membutuhkan
waktu, upaya keras, dan perjuangan panjang di antara
warga
bangsa-negara yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan identitas
nasional
adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa itu. Kemungkinan
dapat
terjadi sekelompok warga bangsa tidak setuju dengan identitas
nasional
yang hendak diajukan oleh kelompok bangsa lainnya. Setiap
kelompok
bangsa di dalam negara umumnya menginginkan identitasnya
dijadikan
atau diangkat sebagai identitas nasional yang mungkin saja
belum
tentu diterima oleh kelompok bangsa yang lain. Inilah yang
menyebabkan
sebuah negara bangsa yang baru merdeka mengalami pertikaian internal yang
berlarut-larut untuk saling mengangkat identitas
kesukubangsaan
menjadi identitas nasional.
Soemarno
Soedarsono (2002) telah megungkapkan tentang jati diri atau
identitas
diri dalam konteks individual. Bagaimana dengan identitas
nasional?
Ada suatu ungkapan yang menyatakan bahwa baiknya sebuah
negara
ditentukan oleh baiknya keluarga, dan baiknya keluarga sangat
ditentukan
oleh baiknya individu. Merujuk pada ungkapan tersebut maka
dapat
ditarik simpulan bahwa identitas individu dapat menjadi representasi
dan
penentu identitas nasional. Oleh karena itu, secara sosiologis
keberadaan
identitas etnis termasuk identitas diri individu sangat penting
karena
dapat menjadi penentu bagi identitas nasional.
RESENSI
:
Indonesia
adalah Negara kesatuan , satu nusa satu bangsa menjunjung tinggi BHINEKA
TUNGGAL IKA (walaupun berbeda beda tapi tetap satu ), Ada beberapa komponen yang
menjadi identitas Indonesia itu sendiri yaitu ;
1. Bendera
negara Sang Merah Putih
2. Bahasa
Negara Bahasa Indonesia
3. Lambang
Negara Garuda Pancasila
4. Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya
5. Semboyan
Negara Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar
Falsafah Negara Pancasila
7.
Itu
semua adalah identitas Indonesia lantas apa yang terjadi apabila ada pertikaian
didalam nya ,?
Sebagian
orang melupakan identitas yang ada pada negaranya mereka saling mengankat ras
suku dan budaya daerah yang dapat menyulitkan terbentuknya identitas suatu Negara
seperti pendapat (Tilaar, 2007; Ramlan Surbakti, 2010, Winarno, 2013)
menyatakan
bahwa proses pembentukan identitas nasional umumnya
membutuhkan
waktu, upaya keras, dan perjuangan panjang di antara
warga
bangsa-negara yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan identitas
nasional
adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa itu. Kemungkinan
dapat
terjadi sekelompok warga bangsa tidak setuju dengan identitas
nasional
yang hendak diajukan oleh kelompok bangsa lainnya. Setiap
kelompok
bangsa di dalam negara umumnya menginginkan identitasnya
dijadikan
atau diangkat sebagai identitas nasional yang mungkin saja
belum
tentu diterima oleh kelompok bangsa yang lain. Inilah yang
menyebabkan
sebuah negara bangsa yang baru merdeka mengalami pertikaian internal yang
berlarut-larut untuk saling mengangkat identitas
kesukubangsaan
menjadi identitas nasional.
Saya
sangat setuju pada pendapat beliau karna hingga saat ini Indonesia masih sulit
menemukan identitas nya oleh karna itu sangat dibutuhkannya pendidikan dari
sekolah lingkungan tempat tinggal serta ajaran dari keluarganya sendiri , karna
sifat individual seseorang itu tergantung darimana dia tinggal sampai sejauh
mana dia mengikuti pergaulan
Seperti
pendapat Soemarno Soedarsono (2002) telah megungkapkan tentang jati diri atau
identitas
diri dalam konteks individual. Bagaimana dengan identitas
nasional?
Ada suatu ungkapan yang menyatakan bahwa baiknya sebuah
negara
ditentukan oleh baiknya keluarga, dan baiknya keluarga sangat
ditentukan
oleh baiknya individu. Merujuk pada ungkapan tersebut maka
dapat
ditarik simpulan bahwa identitas individu dapat menjadi representasi
dan
penentu identitas nasional. Oleh karena itu, secara sosiologis
keberadaan
identitas etnis termasuk identitas diri individu sangat penting
karena
dapat menjadi penentu bagi identitas nasional.
Identitas
nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang
sifatnya
nasional, bersifat buatan karena dibentuk dan disepakati dan
sekunder
karena sebelumnya sudah terdapat identitas
kesukubangsaan
dalam diri bangsa Indonesia.
BAB III
BAGAIMANA URGENSI INTEGRASI NASIONAL
SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN
DAN KESATUAN BANGSA?
Integrasi
nasional berasal dari kata integrasi dan nasional. Integrasi
berarti
memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dalam Kamus
Besar
Bahasa Indonesia, integrasi berarti pembauran hingga menjadi
kesatuan
yang bulat dan utuh. Kata nasional berasal dari kata nation
(Inggris)
yang berarti bangsa sebagai persekutuan hidup manusia.
Tentang
pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti
(2010)
lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi
nasional.
Menurutnya
integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem
politik.
Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yakni 1) integrasi bangsa,
2)
integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5)
integrasi
tingkah laku (perilaku integratif).
Menurut
Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan
orang-orang
dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai
perbedaan
baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi,
menjadi
satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan
politik
yang relatif sama.
RESENSI :
Integrasi nasional
merupakan proses mempersatukan bagian-bagian,
unsur
atau elemen yang terpisah dari masyarakat menjadi kesatuan
yang
lebih bulat, sehingga menjadi satu nation (bangsa). Tapi pada saat ini
intergritas nasional bukan untuk mempersatukan melainkan menggunakan
intergritas untuk lebih ke politik seperti pendapat , Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti
(2010) lebih cocok menggunakan istilah
integrasi politik daripada integrasi
nasional.
Menurutnya integrasi politik adalah
penyatuan masyarakat dengan sistem
politik. Integrasi politik dibagi
menjadi lima jenis, yakni 1) integrasi bangsa,
2) integrasi wilayah, 3) integrasi
nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5)
integrasi tingkah laku (perilaku
integratif).
Mereka
menggunakan intergritas nasional untuk mendapatkan jabatan politik seperti yang
diinginkannya pendapat ini sangat berbeda Suroyo
(2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan
orang-orang
dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai
perbedaan
baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi,
menjadi
satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan
politik
yang relatif sama.
Dari
perbedaan pendapat diatas menurut Suroyo intergritas nasional sendiri yang
mencerminkan proses persatuan, sementara menurut Myron Weiner intergritas
nasional tidak cocok dikatakan intergritas nasional apabila seseorang
memanfaatkan intergritas nasional untuk keperluan politiknya .
Sumber
:
Buku Ajar Matakuliah Wajib Umum
Pendidikan Kewarnegaraan
Hak cipta pada Direktorat Jendral Pembelajaran
dan Kemahasiwaan
Copyright 2016
Komentar
Posting Komentar